Bandung, 2025 — Direktorat Bimbingan Konseling Difusi Inklusi dan Pengembangan Karir (BKDIPK) Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) menggelar Temu Ruang Aspirasi Mahasiswa Berkebutuhan Khusus sebagai wadah diskusi dan penyampaian aspirasi dari mahasiswa penyandang disabilitas. Kegiatan ini menghadirkan Dr. Yusi Riksa Yustiana, M.Pd., Direktur BKDIPK UPI, dan Dr. Een Ratnengsih, M.Pd., Kepala Divisi Difusi Inklusi BKDIPK UPI, sebagai narasumber utama.
Forum ini membahas beragam pengalaman, hambatan, serta usulan mahasiswa berkebutuhan khusus (MBK) di UPI, mulai dari proses penerimaan mahasiswa baru, masa perkuliahan, hingga menjelang kelulusan. Diskusi mengungkap berbagai tantangan yang masih dihadapi mahasiswa penyandang disabilitas, baik dari aspek akademik, fasilitas, maupun dukungan sosial.
Kegiatan ini dihadiri oleh mahasiswa dari berbagai fakultas, orang tua mahasiswa penyandang autisme, serta relawan pendamping. Para peserta seperti Naufal (S2 UPI), Riko (FPIPS), Siti (Tata Boga), Rama (FPSD), hingga Bintang (PKh) menyampaikan aspirasi yang mencerminkan kondisi nyata mahasiswa disabilitas di lingkungan kampus.
Kegiatan dilaksanakan di lingkungan kampus Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung, sebagai bagian dari agenda Direktorat BKDIPK dalam memperkuat implementasi kampus inklusi.
Forum ini bertujuan mengidentifikasi kebutuhan nyata mahasiswa berkebutuhan khusus sekaligus memperkuat komitmen UPI sebagai kampus inklusif. Dr. Yusi Riksa Yustiana menegaskan pentingnya mendengarkan langsung suara mahasiswa agar kebijakan yang disusun berbasis kebutuhan riil di lapangan, bukan asumsi.
“Mahasiswa berkebutuhan khusus memiliki hak yang sama atas akses pendidikan tinggi. Kampus harus menjadi ruang yang aman, ramah, dan setara bagi semua,” ujar Dr. Yusi.
Dari diskusi, muncul sejumlah rekomendasi penting yang dirangkum menjadi tiga fase utama:
Perlu adanya proses screening sejak awal pendaftaran untuk mengidentifikasi calon mahasiswa penyandang disabilitas, penambahan jumlah pendamping, serta penyediaan informasi relawan yang lebih luas. Sistem akademik seperti SIAK dan SIAS juga diharapkan lebih aksesibel dan kompatibel dengan screen reader.
Mahasiswa menyoroti kebutuhan akan juru bahasa isyarat profesional, pelatihan bagi dosen dan tenaga kependidikan, serta perbaikan fasilitas fisik kampus seperti guiding block, toilet aksesibel, dan jalur pejalan kaki aman. Selain itu, dosen diminta menggunakan mikrofon dan menyediakan materi video bersubtitel agar seluruh mahasiswa dapat mengakses pembelajaran secara adil.
Diusulkan penguatan layanan inklusi digital melalui platform konsultasi daring, grup WhatsApp, hingga kanal YouTube panduan. Selain itu, ada permintaan untuk penyesuaian standar tes seperti PTESOL bagi mahasiswa autisme atau dengan hambatan bahasa.
Kegiatan ini secara langsung mendukung pencapaian SDG 4 (Pendidikan Berkualitas) dengan memastikan akses pendidikan yang inklusif dan setara bagi semua kalangan. Selain itu, aspirasi yang disampaikan sejalan dengan SDG 10 (Berkurangnya Kesenjangan) melalui upaya menghapus diskriminasi dan meningkatkan aksesibilitas bagi penyandang disabilitas. Dari sisi kelembagaan, forum ini juga memperkuat implementasi SDG 16 (Perdamaian, Keadilan, dan Kelembagaan yang Tangguh), dengan mendorong tata kelola kampus yang partisipatif dan responsif terhadap keberagaman mahasiswa.
Para peserta berharap agar hasil forum ini menjadi pijakan bagi kebijakan kampus yang lebih konkret, baik dalam bentuk fasilitas, regulasi, maupun pelatihan sumber daya manusia.
“Jika UPI mampu menerapkan prinsip inklusi secara menyeluruh, bukan hanya di tataran akademik tetapi juga sosial dan digital, maka cita-cita Kampus Inklusif Nasional bukan hal yang mustahil,” tutup Dr. Een Ratnengsih.
Dengan berlangsungnya forum ini, UPI memperkuat posisinya sebagai pelopor kampus inklusif di Indonesia — tempat di mana setiap mahasiswa, tanpa terkecuali, dapat tumbuh, belajar, dan berkontribusi secara setara.
#SDG 4 (Pendidikan Berkualitas) #SDG 10 (Berkurangnya Kesenjangan) #SDG 16 (Perdamaian, Keadilan, dan Kelembagaan yang Tangguh)